KITA INI PENGIKUT SIAPA

Written By Admin on Sunday, June 27, 2010 | 12:36 AM

Para salaf kita sangat tekun mengamalkan sunah dan salat malam. Habib Segaf bin Muhammad Assegaf berkata, "Aku tidak pernah meninggalkan qiyamullail sejak usia 7 tahun." Dalam Risalatul Qusyairiyah seorang saleh berkata, "Sejak usia 3 tahun, aku tidak pernah meninggalkan qiyamullail."
Di masa kanak-kanaknya, Abu Yazid Al-Busthami belajar mengaji Quran pada seorang guru. Suatu saat ia sampai pada firman Allah: "Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (dari padanya), yaitu seperduanya atau kurangi sedikit dari seperdua itu." (QS Al-Muzzammil, 73:1-3)
Sepulangnya dari belajar, ia bertanya kepada ayahnya, "Ayah, siapakah orang yang diperintahkan oleh Allah untuk bangun malam?" "Anakku, beliau adalah Nabi Muhammad SAW. Aku dan kamu tidak mampu meneladani perbuatan beliau," jawab ayahnya. Abu Yazid terdiam.
Pada pelajaran berikutnya, ia membaca ayat: Dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu. (QS Al-Muzzammil, 73:20)
Sepulangnya dari belajar, ia bertanya lagi kepada ayahnya.
"Siapakah yang bangun malam bersama Nabi SAW?"

"Anakku, mereka adalah sahabat-sahabat beliau."
"Ayah, jika kita tidak seperti nabi dan tidak pula seperti sahabat-sahabat beliau, lalu kita ini seperti siapa?"

Mendengar ucapan ini, tergeraklah hati sang ayah untuk bangun malam. Hari itu juga, ia mulai salat malam. Si kecil Abu Yazid ikut bangun.
"Tidurlah anakku, engkau kan masih kecil," bujuk ayahnya.
"Ayah, ijinkanlah aku salat bersama ayah, kalau tidak, aku akan mengadukan ayah kepada Tuhanku," jawabnya.
"Tidak demi Allah, aku tidak ingin kamu mengadukan aku kepada Tuhanmu. Mulai malam ini salatlah bersamaku."
Abu Yazid selalu bermujahadah hingga ia mencapai kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Pernah diriwayatkan bahwa suatu hari ia berkata, "Barangsiapa mengetahui namaku dan nama ayahku akan masuk surga." Nama Abu Yazid dan ayahnya adalah Thoifur bin Isa.

Tingkat ketekunan
menentukan derajat ketinggian.
Siapa ingin kemuliaan
janganlah tidur malam.

Barang siapa bersungguh-sungguh, ia akan memperoleh yang diinginkan. Barangsiapa mengetuk pintu, ia akan masuk. Barang siapa menempuh perjalanan, ia akan sampai dan akan menganggap kecil apa yang telah dikorbankan.
Penuntut ilmu hendaknya bangun sebelum fajar, walaupun hanya setengah jam sebelumnya. Jika ia bangun setelah fajar, maka setan telah kencing di telinganya. Dan barang siapa telinganya dikencingi setan, ia akan memulai harinya dengan perasaan malas. Syeikh Ahmad bin Hajar berkata bahwa setan benar-benar telah mengencingi telinga orang itu, namun ia tidak wajib menyucikannya karena kejadian itu bersifat batiniah.

Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman Asseqaf, Tuhfatul Asyraf, Kisah dan Hikmah

41. SIKAP WARA' MENGUNTUNGKAN
Jangan sekali-kali berpikir bahwa orang yang sempurna adalah orang yang mengenakan imamah terbaik dan pakaian mewah. Akan tetapi orang yang sempurna adalah yang menjauhi maksiat, menekuni wirid-wirid, beramal saleh, dan menuntut ilmu dengan penuh adab, karena ilmu akan menuntun pemiliknya mencapai kemuliaan.
Abdullah bin Mubarak suatu hari berkata, "Aku akan mengerjakan perbuatan yang akan membuatku mulia." Ia lalu menuntut ilmu hingga menjadi seorang yang alim. Waktu ia memasuki kota Madinah, masyarakat berbondong-bondong menyambutnya hingga hampir-hampir saja mereka saling bunuh karena berdesak-desakan. Ibu suri raja yang kebetulan menyaksikan kejadian itu bertanya, "Siapakah orang yang datang ke kota kita ini?"
"Ia adalah salah seorang ulama Islam," jawab pelayannya.

Ia kemudian berkata kepada anaknya, "Perhatikanlah, bagaimana masyarakat berbondong-bondong mendatanginya. Raja yang satu ini tidak seperti kamu. Kamu, jika menginginkan sesuatu, harus memerintah seseorang untuk melakukannya. Tetapi, mereka mendatanginya dengan sukarela."
Abdullah sesungguhnya adalah anak seorang budak berkulit hitam bernama Mubarak. Budak ini betisnya kecil, bibirnya tebal dan telapak kakinya pecah-pecah. Walaupun demikian, ia adalah seorang yang sangat wara`. Ke-wara'-annya ini akhirnya membuahkan anak yang saleh.Mubarak bekerja sebagai penjaga kebun. Suatu hari tuannya datang ke kebun.

"Mubarak, petikkan aku anggur yang manis," perintah tuannya.
Mubarak pergi sebentar lalu kembali membawa anggur dan menyerahkannya kepada tuannya.
"Mubarak, anggur ini masam rasanya, tolong carikan yang manis!" kata tuannya setelah memakan anggur itu.

Mubarak segera pergi, tak lama kemudian ia kembali dengan anggur lain. Anggur itu dimakan oleh tuannya.
"Bagaimana kamu ini, aku suruh petik anggur yang manis, tapi lagi-lagi kamu memberiku anggur masam, padahal kamu telah dua tahun tinggal di kebun ini," tegur tuannya dengan perasaan kesal.

"Tuanku, aku tidak bisa membedakan anggur yang manis dengan yang masam, karena kamu mempekerjakan aku di kebun ini hanya sebagai penjaga. Sejak tinggal di sini aku belum pernah merasakan sebutir anggur pun, bagaimana mungkin aku dapat membedakan yang manis dari yang masam?" jawabnya.
Tuannya tertegun mendengar jawaban Mubarak. Ia seakan-akan memikirkan sesuatu. Kemudian pulanglah ia ke rumah.
Pemilik kebun itu memiliki seorang anak gadis. Banyak pedagang kaya telah melamar anak gadisnya.

Sesampainya dirumah, ia berkata kepada istrinya, "Aku telah menemukan calon suami anak kita."
"Siapa dia?" tanya istrinya.
"Mubarak, budak yang menjaga kebun."
"Bagaimana kamu ini?! Masa puteri kita hendak kamu nikahkan dengan seorang budak hitam yang tebal bibirnya. Kalau pun kita rela, belum tentu anak kita sudi menikah dengan budak itu."
"Coba saja sampaikan maksudku ini kepadanya, aku lihat budak itu sangat wara' dan takut kepada Allah."

Kemudian sang istri pergi menemui anak gadisnya, "Ayahmu akan menikahkanmu dengan seorang budak bernama Mubarak. Aku datang untuk meminta persetujuanmu."

"Ibu, jika kalian berdua telah setuju, aku pun setuju. Siapakah yang mampu memperhatikanku lebih tulus daripada kedua orang tuaku? Lalu mengapa aku harus tidak setuju?"
Sang ayah yang kaya raya itu kemudian menikahkan anak gadisnya dengan Mubarak. Dari pernikahan ini, lahirlah Abdullah bin Mubarak.
Quthbul Irsyad Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam qosidah Ainiyah-nya memuji Ibnul Mubarak. (I:78)

Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman Asseqaf, Tuhfatul Asyraf, Kisah dan Hikmah


0 comments:

Post a Comment

Grab this Widget ~ Blogger Accessories