Di jaman yang serba susah ini, ternyata ada sebuah bisnis yang cukup menjanjikan, yaitu bisnis demo. Di negara demokrasi, demonstrasi sebenarnya adalah sarana penyaluran aspirasi rakyat. Namun seiring perkembangannya, kini demo menjadi sebuah obyek bisnis. Demo tak lagi murni penyaluran aspirasi masyarakat untuk menuntut keadilan, namun banyak sekali demo yang sarat akan kepentingan politik untuk mendukung ataupn menjatuhkan orang-orang tertentu. Para pendemo tidak peduli apakah yang mereka suarakan itu benar atau salah, tahunya hanya teriak-teriak, lalu mendapat bayaran.
Kenapa demo dikatakan bisnis yang menjanjikan, karena pihak yang mempunyai kepentingan tertentu, dan ingin mengerahkan para pendemo, mau mengeluarkan biaya yang besar untuk itu. Sehingga bermunculanlah para makelar demo, yang mengorganisir masa demi kepentingan orang-orang yang membayar mereka. Jumla pembayaran bagi para pendemo pun sangat variatif, tergantung kemampuan dan tugas yang diberikan kepada mereka. Beberapa waktu lalu, ada seorang makelar demo yang diwawancarai oleh sebuah stasiun televisi membeberkan secara panjang lebar mengenai hal ini. Berikut kisaran upah yang diterima oleh para pendemo bayaran:
- Pendemo pasif : Rp. 10-15 ribu
- Pendemo yang yang berteriak-teriak : Rp. 25-30 ribu
- Pendemo yang merusak pagar, melakukan tindakan teatrikal atau semacamnya: Rp. 40-50 ribu
- Orator demo: Rp. 400-500 ribu
- Pendemo yang melakukan tindakan anarkis: >Rp. 10 juta
Itulah kisaran harga yang diterima para pedemo bayaran. Jadi kalau ada yang memesan demo dengan jumlah 300 orang, berteriak-teriak, dan melakukan tindakan teatrikal, kira-kira membutuhkan biaya sekitar 25 juta rupiah. Karena selain membayar para pendemo, mereka juga harus membayar upah bagi para makelar, ongkos logistik dll.

0 comments:
Post a Comment