Syeikh Hasan Al-Bashri

Written By Admin on Friday, October 1, 2010 | 10:35 PM

Syeikh Hasan Al-Bashri dilahirkan pada tahun 21 H (632M). Dia digelari sebagai Sayyidul Abidin. Dia dilahirkan dua malam sebelum Khalifah Umar bin Khattab meninggal dunia. Dia adalah seorang tabiin yang pernah bertemu dengan tidak kurang dari 70 orang sahabat yang menyaksikan perang badar, dan 300 sahabat lainnya. Keilmuan Hasan Bashri tentang Islam sangatlah mendalam. Segala ajarannya tentang sahabat kerohanian selalu diukurnya dengan sunnah-sunnah Nabi. Sahabat-sahabat nabi yang hidup dizaman itu pun, sangat mengakui akan kepandaian Hasan Bashri. Pernah suatu ketika, seseorang datang kepadanya suatu hal kepada Anas Bin Malik, kemudian beliau menyuruh orang tersebut bertanya kepada Hasan Bashri.Abu Qatadah berkata: “Bergurulah kepada Hasan Al-Bashri, saya sudah menyaksikan sendiri, tidak ada seorang pun tabi’in yang menyerupai sahabat nabi kecuali dia”.

Dalam dunia tasawuf, dia dikenal sebagai tokoh yang mencetuskan ajaran khauf dan raja’. Inti ajarannya adalah zuhud terhadap dunia, menolak akan kemegahan, tawakkal, semata-mata menuju Allah, khauf (takut) dan raja’ (berharap). Takut akan murka Allah dan berharap akan rahmatNya. Khauf dan raja’ merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Abu Nu’aim Al-ashbahani menyimpulkan tentang ajaran Hasan Bashri demikian: “Sahabat dari ketakutan adalah kedukaan, tidak tercerai dengan muram dan keluhan, tidak pernah tidur senang karena mengingat Allah. Pandangan tasawufnya adalah senantiasa bersedih hati, senantiasa takut, kalau-kalau dia tidak melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya, dan menghindari semua laranganNya. Sehingga Sya’rani pernah mengatakan, “Demikian takutnya, sehingga dia merasa seakan-akan neraka hanya diciptakan untuknya”.

Ulama-ulama tasawuf banyak menulis tentang kehidupan dan pendapat Hasan Bashri. Seperti kitab Huliyatul ‘Auliya’ yang dikarang oleh Imam Sya’rani, Kawakib Durriyah oleh Al-Manawi, kitab Kutul Qulub oleh Abu Thalib Al-Makki. Para ilmuwan juga banyak menyoroti tentan pendangan zuhud Hasan Bashri. Dr. Muhammad Helmy, guru besar Filsafat Islam di Fuad I University mengatakan, “Sumula saya berpendapat bahwa zuhud yang dimaksud oleh Hasan Bashri yang didasarkan pada takut, ialah karena aka nada siksa Allah dalam neraka. Akan tetapi setelah saya menelaahnya secara seksama, takut yang dimaksud oleh Hasan Bashri bukan takut pada neraka, namun itu adalah sebuah perasaan dari orang yang berjiwa besar yang sadar akan kekurangan dan kelalaian dirinya. Sebagaimana sabda Nabi: “Orang beriman mengingat dosanya bagaikan orang yang duduk di bawah sebuah gunung yang besar, senantiasa takut kalau gunung tersebut menimpa dirinya”. Sehingga Nabi pun bertaubat kepada Allah tidak kurang dari 70 ribu kali.

Beberapa mutiara hikmah beliau adalah:

1. Perasaan takutmu yang menyebabkan hatimu tenteram, adalah lebih baik daripada perasaan tenterammu sehingga menimbulkan takut.

2. Dunia adalah negeri tempat beramal. Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia maka ia akan beruntung. Dan barangsiapa yang hatinya dipenuhi rasa cinta terhadap dunia, maka ia kelak ia akan menderita.

3. Tafakkur akan membawa kepada kebaikan. Menyesal atas perbuatan jahat, akan membuat meninggalkan perbuatan tersebut. Sesuatu yang fana seberapa pun banyaknya tidak akan dapat menyamai sesuatu yang baqa’, walaupun sedikit. Berhati-hatilah di negeri yang cepat dating dan cepat berlalu ini. Karena dunia penuh dengan tipuan.

4. Dunia ini laksana perempuan janda tua yang telah bungkuk, dan telah banyak laki-laki yang menjadi suaminya meninggal.

5. Orang yang beriman selalu berduka di pagi dan sore hari. Karena hidup di antara dua ketakutan. Takut mengenang dosa yang telah dilakukan, dan takut apakah balasan yang ditimpakan Allah pada dirinya. Takut memikirkan ajal yang akan segera tiba, dan tahu akan bahaya yang akan menimpanya.

6. Sudah sepantasnya manusia sadar bahwa kematian sedang mengancamnya, kiamat menagih janjinya, dan dia harus berdiri di hadapan Allah untuk dihisab

7. Banyak duka cita akan memperteguh semangat dalam beramal saleh.



Referensi:

- Nu’aim, Abu. Hulliyatul ‘Auliya’ juz 2

- Tabaqat Al-Kubra juz 1.

- Hamka, 1983. Tasauf. Jakarta: Pustaka Panjimas



0 comments:

Post a Comment

Grab this Widget ~ Blogger Accessories